TUGAS AKHIR
MANAJEMEN PERBANKAN SYARI’AH
“Essay :
Implementasi Akad Ijarah Pada Perbankan Indonesia”
Implementasi Akad Ijarah Pada Perbankan Indonesia”
![]() |
DISUSUN :
O
L
E
H
Desi
Kardila (15059007)
Manajemen
Dosen
: Hendri Andi Mesta S.E,Ak,M.M
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2017
Implementasi
Akad Ijarah Pada Perbankan Indonesia
Akad-akad
yang dipergunakan oleh lembaga keuangan syariah, terutama perbankan syari’ah di
Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan
kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama dan sudah sesuai dengan
ketentuan syar’ah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen keuangan syar’ah.
Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk,
jasa operasional, dan jasa investasi. Terkait dengan itu, disini penyusun hanya
menjelaskan praktek pembiayaan ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik dalam lembaga keuangan
syar’ah.
Menurut
surat edaran No. 10/14/DPBS yang dikeluarkan Bank Indonesia tertanggal 17 Maret
2008, dalam memberikan pembiayaan ijarah Bank Syar’ah atau Unit Usaha Syariah
(UUS) harus memenuhi langkah berikut ini :
a.
Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan
atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan objek sewa
dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan,
b. Barang
dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat
diambil manfaat sewanya,
c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai
karakteristik produk pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban
nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi
informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah,
d.
Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada
nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter
dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha, keuangan
dan/atau prospek usaha,
e.
Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya,
f. Bank sebagai pihak yang menyediakan objek
sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta
ketepatan waktu penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan,
g.
Bank wajib menyediakan dan untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang
dipesan nasabah,
h.
Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis
berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah,
i.
Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus,
j.
Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk
pembebasan utang,
k. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek
sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan
dimana uraian pemeliharaan yang bersifat material dan structural harus
dituangkan dalam akad, dan Bank tidak dapat meminta nasabah untuk
bertanggungjawab atas kerusakan objek sewa yang terjadi bukan karena
pelanggaran akad atau kelalaian nasabah.
Berdasarkan SOP yang
disampaikan oleh Bank Syar’ah, tahapan pelaksanaan ijarah adalah sebagai berikut :
a.
adanya permintaan untuk menyewakan barang tertentu dengan spesifikasi yang
jelas, oleh nasabah kepada bank syar’ah.
b.
W’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa barang dengan harga sewa dan waktu
sewa yang disepakati
c.
Bank Syar’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa oleh nasabah
d.
Bank syar’ah menyewa barang tersebut dari pemilik barang
e.
Bank syar’ah membayar sewa di muka secara penuh
f.
Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syar’ah
g.
Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa
h.
Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran
i. Barang diserahterimakan dari bank syari‟ah
kepada nasabah, dan
j. Pada akhir periode, barang diserahterimakan kembali dari
nasabah ke bank syari‟ah, yang selanjutnya akan diserahterimakan ke pemilik
barang
Selain
Bank Syar’ah sebagai pemberi sewa, di beberapa bank terdapat juga posisi bank
sebagai wakil atau menggunakan wakalah. Bank syar’ah mewakilkan pemilik barang
(objek sewa) kepada nasabah (penyewa).
a.
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
Di
atas telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan
akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan
pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik.Ijarah
muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa
menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang
di awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun,
apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas
(walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa
ijarah.
Dari
sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang
dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT
terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui
akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan. Secara teknis,
implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS
pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu:
a.
Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji (wa`ad)
untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa
kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan
b.
Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara prinsip dimiliki
oleh bank
c.
Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan
objek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan
nasabah penyewa, dan
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat
tertentu dalam periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad IMBT
Sedangkan berdasarkan
SOP yang disampaikan oleh Bank syar’ah, tahapan pelaksanaan IMBT adalah sebagai
berikut18 :
a.
Adanya permintaan untuk menyewa beli barang tertentu dengan spesifikasi yang
jelas, oleh nasabah kepada bank syari’ah
b. Wa’ad
antara bank dan nasabah untuk menyewa beli barang dengan harga sewa dan
waktu sewa yang disepakati
c.
Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa beli oleh nasabah
d.
Bank syari’ah membeli barang tersebut dari pemilik barang
e.
Bank syari’ah membayar tunai barang tersebut
f.
Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syari’ah
g.
Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa beli
h.
Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran
i.
Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah
j. Pada akhir periode, dilakukan jual beli antara bank
syari’ah dan nasabah
Berikut ilustrasi
dari penerapan IMBT dalam KPR Bank Syariah yang digunakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan nasabah terhadap kepemilikan rumah tinggal dan atau investasi
property.
Pelaksanaan
IMBT dengan Wakalah:
Fatwa
DSN Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang Murabahah pada
ketetapan Pertama ayat 9 dinyatakan:
“Jika
LKS hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik LKS.”
Kalimat
”secara prinsip” yang ada di Fatwa DSN tersebut diterjemahkan dalam tataran
praktis dalam konteks penerapan IMBT pada saat LKS membeli rumah yang akan
dijadikan objek sewa dengan pernyataan sebagai berikut: ”Pada saat, LKS
menyetujui permohonan nasabah untuk KPR secara IMBT, maka jika LKS telah
melakukan konfirmasi pembelian kepada developer, maka secara prinsip LKS telah
membeli rumah. Walaupun secara akuntansi belum terdapat aliran dana kepada
Developer/penjual, LKS berkomitmen untuk melakukan pembayaran uang pembelian
rumah kepada developer yang diwakilkan kepada nasabah dengan menggunakan akad
wakalah. Setelah rumah tersebut dibeli oleh LKS maka kemudian baru dapat
dilakukan akad IMBT”
Penggunaan
akad wakalah dimaksudkan untuk membutikan secara hukum positif bahwa nasabah
telah menerima pembiayaan dari LKS serta nasabah telah mengetahui telah terjadi
transaksi jual-beli antara LKS dengan developer/penjual/suplier. Jika terjadi wanprestasi
di kemudian hari akan tertutup peluang nasabah akan mengingkari bahwa ia telah
menerima sejumlah pembiayaan dari LKS.
Analisis Pembiayaan Ijarah
Pada Perbankan Syariah
Keterangan :
1. A : Rumah milik Developer PT. Makmur
2.
B : Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk memiliki rumah kepada LKS
dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian LKS melakukan
proses analisa pembiayaan.
3. LKS telah menyetujui permohonan pembiayaan
pemilikan rumah untuk nasabah, LKS melakukan Akad Wakalah dengan Nasabah untuk
(transfer) pembayaran uang transaksi pembelian rumah sebesar Rp 450 juta atas
nama LKS kepada Developer/penjual yang berasal dari rekening nasabah. Dalam
contoh ini, nasabah telah melakukan pembayaran uang muka kepada LKS sebesar Rp
50 juta.
4. A: Rumah seluas xx m2 menjadi milik penuh LKS
5. LKS dan
Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip Ijarah (Muntahiya Bit
Tamlik) selama 100 bulan untuk menyewa Rumah seluas xx m2 dengan uang sewa
sebesar Rp 7 juta /bulan.
6. A: Nasabah
menyewa Rumah seluas xx m2 milik LKS dan memperoleh manfaat dengan menempati
rumah tersebut
7. Nasabah
membayar uang sewa bulan pertama sebesar Rp 7 juta hingga 99 (sembilan puluh
sembilan) bulan ke depan.
8. Pemindahan
pemilikan dapat dilakukan dengan Akad Hibah bilamana perjanjian pembiayaan
beratahan sampai dengan akhir masa sewa. Jika, dipertengahan masa sewa nasabah
ingin melakukan pelunasan pembiayaan dipercepat, maka LKS akan menggunakan akad
Ba‟i.
Dari pembahasan di atas, maka penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: bahwa produk pembiayaan perbankan
syariah berdasarkan akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang
diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah
muntahiya bit tamlik. Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada
dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin
jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT
pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk membeli
barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap
terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Berdasarkan SOP yang disampaikan oleh
Bank Syari‟ah, tahapan pelaksanaan ijarah adalah sebagai berikut:
Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah
a. Adanya permintaan untuk menyewakan
barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas oleh nasabah kepada bank syar’ah.
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk
menyewa barang dengan harga sewa dan waktu sewa yang disepakati.
c. Bank Syari’ah mencari barang yang
diinginkan untuk disewa oleh nasabah.
d. Bank syari’ah menyewa barang tersebut
dari pemilik barang.
e. Bank syari’ah membayar sewa di muka
secara penuh.
f. Barang diserahterimakan dari pemilik
barang kepada bank syari’ah.
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk
sewa.
h. Nasabah membayar sewa di belakang
secara angsuran.
i. Barang diserahterimakan dari bank
syar’ah kepada nasabah.
j. Pada akhir
periode, barang diserahterimakan kembali dari nasabah ke bank syari'ah, yang
selanjutnya akan diserahterimakan ke pemilik barang.
Sumber
: Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam - Vol. 01, No. 02, Juli 2015

Komentar
Posting Komentar